Masih menjadi perbincangan banyak
orang bagaimana hukum meminum obat yang mengandung alkohol? Banyak yang
beranggapan Alkohol sama dengan Khamr, tetapi kenyataanya tidak. Tidak semua
yang memabukan itu alkohol. Dalam dunia medis alkohol sering digunakan sebagai
zat antiseptik, cara kerjanya adalah mengumpulkan protein, zat penting dalam
bakteri sehingga membuatnya mati. Alkohol sering juga digunakan untuk
mengompres panas dan ditemukan dalam obat batuk.
Menggunakan obat yang tercampur
alkohol
1. Yang
menjadi alasan pengharaman Khamr adalah memabukan, jika lasan ini hilang maka
haramnyapun hilang,
Sesuai dengan
kaidah usul fiqih
Hukum itu
mengikuti keberadaan ‘llah(alasan)
jika ‘illahnya ada maka hukumnya ada, jika ‘illahnya tidak ada maka hukumnya
tidak ada.
2.
Unsur
alkohol sudah bercampur dengan materi lain dalam obat. Ulama menyebutnya dengan
istilah Istihlak . Bercampurnya benda
najis atau haram dalam benda lainy ayang suci atau halal yang jumlahnya lebih
banyak sehingga menghilangkan sifat najis atau haramnya. Berdasarkan hadist :
Jika air telah
mencapai dua qullah, maka tidak mungkin dipengaruhi kotoran(najis)
(HR Daruquthni,
darimi, Hakim dan Baihaqi)
3.
Dalam
suatu hadis disebutkan bahwa
Sesuatu yang
banyaknya memabukan, maka meminumnya sedikit adalah haram. (HR. Abu Daud,
Tirmizi dan ibnu Majah).
Maksut dari hadis
tersebut adalah, sesuatu yang banyakmya memabukan sedikitnya dianggap haram,
Khamr setetes (murni) dianggap haram karena banyaknya memabukan. Beda dengan
setetes Khamr yang dicampur dengan air sebejna yang tidak memepengaruhi air
tersebut dan dianggap halal. Ini seperti halnya Alkohol yang dicampur dalam
obat, presentasi alkohol lebih sedidkit daripada obat dan tidak memabukan.
4.
Menurut
sebagian ulama bahwa khamr tidak najis secara lahir, tapi najis secara maknawi.
Artinya bukan termasuk benda najis, seperti benda pada umumnya, sehinngga
alkohol bolegh dipakai untuk pengobatan luar
5. Suatu
makanan atau minuman dikatakan memabukan jika memenuhi dua kriteria. Pertama makanan
itu menghilangkan atau menutupi akal, kedua yang mengonsumsinyamerasakan nikmat,
jika dalam abahasa sehari-hari “Fly” .
Dari hasil rincian
diatas karena beberapa ulama berpendapat alkohol hukumnya tidak najis maka
tidak mengapa digunakan untuk obat dari luar, sedangkan untuk dikonsumsi harus
diperinci apakah obat dapat memabukan? Dan berappa rrosentasi alkohol yang
terkandung dalam obat. Jika menurut MUI batasan kandungan alkohol dalam obat
dalah 1%.
Walaupun demikian,
kita sebagai muslim akan lebih baik menghindarinya, masih bayak obat yang tampa
alkohol, dan digantika obat-obat dari alam. Untuk obat batuk bisa menggunakan air
anget + jeruk nitips. Wallahu ‘alam
Sumber: Majalah Ar
Risalah edisi 119, Vol X no 11/ Mei 2011
gambar: http://nirabmg.files.wordpress.com/2013/09/100001_obat8ts.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar